HALAMAN INI ADALAH BAGIAN KEDUA DARI HALAMAN SEBELUMNYA,
BELUM BACA HALAMAN PERTAMA? KLIK DISINI
Kaum Muslimin Rahimakumullah, Kisah tersebut memberi gambaran, bahwa betapapun banyak dan bagus suatu persembahan (qurban) jika tidak dilandasi dengan keimanan dan keikhlasan, maka tidak akan bernilai apa-apa di hadapan Allah Subhanahu wata’ala. Di sinilah pentingnya membawa rasa ikhlas dan membersihkan hati di kala berqurban, kesadaran Rabbaniyyah ini menjadi prasyarat utama diterimanya ibadah qurban, seperti maknanya secara bahasa “Qurban” artinya adalah dekat atau mendekatkan diri, yang bisa diartikan seorang hamba sejatinya selalu mendekatkan diri kepada Tuhannya melalui apa-apa yang ia miliki, bahkan yang ia cintai, hal ini seperti yang dimaksud QS Ali Imran ayat 92.
Khutbah Idul Adha 2021 M 1442 H
"2 Sisi Hikmah Qurbah Sebagai Ibadah"
oleh Aby Solihin | www.SantriONE.com
Sementara ini kita sering memaknai secara sempit bahwa ibadah Qurban dianggap ibadah bagi elit-elit umat yang memiliki kekayaan dan kedudukan, lainnya tidak boleh. Bahkan yang lebih salah kaprah, qurban dianggap sebagai rezeki tahunannya orang-orang miskin. Memandang qurban sebagai kebutuhan orang miskin adalah pemahaman yang jelas keliru. Karena jika menilik makna bahasanya, yakni mendekatkan diri kepada Allah, maka yang justru membutuhkan dan diuntungkan adalah mereka yang berqurban. Apabila berangkat dari pemahaman semacam ini, maka yang akan muncul adalah kesadaran spiritual yang mendalam dan jernih tentang pentingnya berqurban bagi dirinya.
Dimensi kemanusiaan erat kaitannya dengan hubungan horizontal (habluminannnas) yaitu antar sesama manusia, interaksi di dalam masyarakat dan lingkungannya. Dengan menyembelih hewan qurban, yang dagingnya dibagikan secara adil kepada masyarakat di sekitarnya, menunjukkan bahwa solidaritas sosial perlu dibangun dalam rangka memperkokoh dan memperteguh bangunan sosial-kemasyarakatan.
Kaum Muslimin Rahimakumullah, Dengan penyembelihan hewan qurban, seseorang akan menyadari bahwa sikap egois, serakah, dan bentuk-bentuk sikap hedonis lainnya tiada lain hanyalah karakteristik yang akan meruntuhkan sendi-sendi bangunan sosial yang telah terbangun. Dari titik ini juga akan memunculkan kesadaran lebih dalam, bahwa untuk memperkuat bangunan sosial diperlukan pengorbanan dalam arti yang lebih luas dari masing-masing kita. Dalam hal ini, kesediaan untuk menyembelih hewan qurban di Hari Raya Idul Adha dan hari-hari Tasyriq hanyalah simbol dan cerminan tentang betapa pentingnya setiap anggota masyarakat melakukan pengorbanan demi terwujudnya kehidupan sosial yang tangguh.
Dalam arti kata lain, kesediaan untuk menyembelih hewan qurban harus pula diikuti dengan kesediaan untuk berkorban dalam bentuk dan langgam yang lain, seperti tenggang rasa, tolong-menolong, saling membantu, menghargai perbedaan, toleransi, dan sebagainya. Yang belum cukup membeli hewan qurban bisa shodaqoh ke tetangganya, kita ajari anak-anak kita berqurban sejak kecil meski hanya dengan berbagi jajanan dan makanan kecil kepada kawan-kawannya, kita ajarkan bahwa sejatinya kitalah butuh dengan ibadah ini bukan orang-orang yang menerimanya, saat kita memberi maka saat itu kita membuktikan sebuah ketaatan dan saat kita berbagi maka saat itu kita sedang melangkah satu tapak lebih dekat kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Tanpa diikuti dengan kesediaan untuk berkorban demi masyarakat dalam pelbagai bentuk pengorbanan, maka ibadah qurban tidak akan memiliki hikmah dan pengaruh (atsar) yang sempurna bagi seseorang. Ibadah qurban, dengan demikian, baru akan memiliki hikmah yang besar bagi seseorang dan bagi masyarakat, jika diikuti dengan kesediaan berkorban untuk masyarakat, bangsa, dan negara.
Dengan demikian, syariat ibadah qurban sesungguhnya menjadi barometer yang bersifat vertikal dan horizontal, tentang dua sisi yang terpisahkan yaitu Habluminallah dan Habluminannas, ini tentang pembuktian ketaatan, tentang seberapa jauh kesetiaan, pengorbanan, dan pengabdian kita terhadap nilai-nilai ketuhanan sekaligus dan nilai-nilai kemanusiaan.
Oleh karena itu, pengorbanan yang diterima dan absah adalah ibadah qurban yang berdampak spiritual terhadap diri pribadi dan membawa pengaruh posistif bagi terbentuknya bangunan sosial yang kokoh, terlebih di masa pandemi Covid-19 seperti saat sekarang ini.
Mari kita berdoa, memohon kepada Allah Subhanahu wa ta’ala, agar dipantaskan diri kita menjadi golongan orang-orang yang bertaqwa, yaitu golongan orang-orang yang ibadah Qurbannya, Shodaqohnya, Puasanya, dan Amal Shalih lainnya di bulan Dzulhijjah ini menjadi sarana yang membuat kita lebih dekat dan menjadi ibadah yang diridhoi Allah Subhanahu Wata’ala, Amiin Yaa Rabbal ‘Alamiin.
Khutbah Kedua
الله اكبر الله اكبر الله اكبر الله اكبر الله اكبر الله اكبر الله اكبر
لا اله الا الله والله اكبر ولله الحمد
الحمد لله رب العالمين، يُحمد في السراء والضراء، وفي العافية والبلاء، ولا يُحمد على كل حال سواه
اشهد ان لا اله الا الله وأشهد أن محمدًا عبده ورسوله، وصلى الله وسلم على نبيه محمد ابن عبد الله وعلى اله واصحابه اما بعد.
فيا عباد الله! اوصيكم واياي بتقوى الله فقد فاز المتقون
قال الله تعالى ان الله وملاءكته يصلون على النبي ياايها الذين امنوا صلوا عليه وسلموا تسليما. يا ربنا صل على محبوبك وسلم على اله واصحابه اجمعين
يا الله يا محسن يا مجمل يا متفضل يا مكرم يا مقتدر يا من لا اله الا انت سبحانك انا كنا من الظالمين فاغفر لنا واعف عنا وتب علينا . ربنا سلمنا والمسلمين وقنا من كل بلاء وحزن وشر مخلوقاتك انك تعلم ما لم نعلم. يا كافي المهمات يا دافع البليات فسيكفيكهم الله وهو السميع العليم.
عباد الله، ان الله ياءمر بالعدل والاحسان وايتاء ذي القربى وينهى عن الفخشاء والمنكر والبغي لعلكم تذكرون ولذكر الله اكبر
No comments:
Post a Comment